Selasa, November 29, 2011



Pertama: Sejarah beliau dikenal, tercatat dan sedikitpun tidak ada yang tersembunyi tentang beliau, ulama Islam tidak membiarkan satu bab pun dari bab-bab mengenai sejarah Rasulullah SAW dalam perjalanan sejarah, kecuali mereka telah menyusunnya dalam suatu susunan tersendiri, dan hal ini meliputi semua yang berkaitan tentang Rasulullah SAW. Sehingga seorang muslim yang membaca sejarah Rasulullah SAW. Seolah-olah sezaman dengan beliau dan menyaksikannya, kerana lengkap dan jelasnya mengenai sejarah beliau.

Kita akan mendapatkan penjelasan mengenai hal ini ketika berbicara mengenai sumber-sumber sejarah Rasulullah SAW. Cukup anda mengetahui, bahwa jumlah kitab mengenai Sejarah Rasulullah SAW. Dalam bahasa Urdu (bahasa baru) melebihi dari seribu kitab, dan jumlah kitab dalam berbahasa inggeris pada masa yang sama melebihi 1300 kitab. Hal ini pada abad ke-13.

Kedua: Istimewa kerana sejarah beliau di nukil atau di catat dengan penuh rasa amanah dan tanggung jawab, telah di adakan penelitian dengan cermat begitu juga perbandingan untuk lebih menguatkan proses pengambilan sejarah sehingga bisa terungkap yang benar dan yang keliru dari sejarah tersebut, di simpulkan bahwa sejarah yang paling benar yang di nukil kepada kita adalah sejarah Rasulullah SAW yang mulia.

Ketiga: Risalah Rasulullah SAW adalah umum, universal bagi seluruh makhluk, dan tetap kekal. Sejarah beliau adalah teladan bagi seluruh manusia, beliau menyamakan hak antara raja dan rakyat biasa, orang dewasa mahupun yang masih kecil bisa mengambil manfaat dari sejarah beliau, mereka semua di dalam agama Allah Swt. Sama…

Keempat: Risalah yang universal dan asas dakwah, beliau bersabda: “Nabi (sebelum Muhammad SAW.) hanya di utus keapada kaumnya saja, sementara aku di utus untuk seluruh manusia”. Setiap manusia mencari contoh ideal yang bisa di jadikan teladan baginya, dan tidak akan di temukan sejarah yang sempurna meliputi segala aspek kecuali sejarah Rasulullah SAW.

Agama manapun yang tidak di dasari dengan dua asas, iaitu: hak-hak Allah  dan hak-hak manusia, tidak akan mungkin mampu menyelamatkan manusia dan membimbingnya kepada kedamaian, ketentraman dan kebahagian yang sempurna.

Agama-agama sekarang terbagi menjadi dua bagian:

1. Agama yang tidak di sebutkan nama Allah sedikitpun di dalamnya seperti Hindu, Buddha dan agama-agama orang China.

2. Orang yang percaya mengenai kewujudan Allah SWT, akan tetapi manusia tidak tahu bagaimana berkeyakinan terhadap Tuhannya? Dan dengan cara apa? Dan dengan bentuk  apa tercapai akidah terhadap Allah SWT?

Adapun mengenai hak-hak manusia cubalah anda mencarinya pada agama-agama yang lain, apakah anda menemui secara terperinci mengenai kehidupan berkeluarga dan hubungan interaksi sosial? Yang ada hanya hubungan politik dan hubungan diplomasi antara negara serta hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi. Cubalah cari di dalam sejarah para Nabi, para ulama', apakah anda menemukan jawaban atas kedua asas tersebut? Pasti anda tidak akan menemukan suatu jawapan dan hasil yang memuaskan kecuali hanya di dalam agama Islam dan pada sejarah Rasulullah SAW.

Sejarah dan akhlak Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW tidak menghabiskan waktunya dengan bercerekarama, bersenang-lenang dengan para orang yang di sayanginya dan sahabat-sahabatnya, akan tetapi beliau menghabiskan umurnya dengan melawan para musuhnya iaitu orang-orang musyrik. Di akhir-akhir umurnya, beliau berjiran dengan yahudi dan orang-orang munafik. Orang yahudi dan munafik tersebut  tidak mampu untuk memfitnah Rasulullah SAW yang dapat mengurangi akhlaknya yang mulia dan sifat kejujurannya. Bagaimanapun usaha keras yang mereka lakukan untuk hal tersebut. Penduduk Makkah memberinya gelar yang buruk dan mengganti nama beliau dengan nama-nama yang buruk, akan tetapi mereka tidak mampu melakukan fitnah atau mencela Rasulullah SAW yang boleh mengurangi akhlaknya yang mulia, atau untuk mengotori jiwanya yang bersih walaupun dengan usaha keras dengan mengorbankan harta dan jiwa mereka untuk memusuhinya.

Allah Swt berfirman: “ Sesungguhnya, Kami mengetahui bahawasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), kerana mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah”.(QS al An’am 33).

Kelima: Sejarahnya mencakupi seluruh aspek kehidupan dengan jelas dan sempurna.

Rasulullah SAW hidup bersama sahabatnya dengan 9 isteri dan memerintahkan yang hadir untuk menyampaikan kepada yang tidak hadir, beliau bersabda: “ sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat”. (HR. Bukhari 3274), beliau tidak melakukan perjalanan sendirian atau menghindar dari orang banyak, para sahabat saling tolong-menolong untuk mengambil segala sesuatu dari beliau, bahkan beberapa orang dari mereka mengkhususkan diri untuk hal tersebut dengan senantiasa berada di dekat beliau seperti Ahlu Suffah.

Mereka mencontoh cara berdiri Rasulullah SAW, duduknya, bagaimana beliau tidur, gerak-gerinya, senyumnya, tertawanya, bagaiman cara beliau mandi dan wudhunya, bagaimana cara beliau makan dan minum dan makanan apa yang beliau sukai, mereka menggambarkan tubuh Rasulullah SAW yang bersih sehingga seakan-akan anda melihatnya. Sehingga mereka menghitung jumlah uban di kepala Rasulullah SAW dan di janggutnya.

Inilah sekilas mengenai kitab dari kitab-kitab sejarah Rasulullah SAW yang membuat anda kagum mengenai sempurnanya sejarah beliau, dan ketelitian para ahli sejarah di dalam menukilkan hal tersebut.

Keenam: Secara umum, sejarah Rasulullah SAW tidak melampaui kemampuan manusia biasa. Sejarah beliau tidak bersandar kepada hal-hal yang di luar kebiasaan manusia biasa, atau hal-hal yang terdiri dari mukjizat-mukjizat yang berada di luar kemampuan manusia biasa. Bahkan mudah untuk mengenal dan mengaplikasikannya serta meneladaninya.




Oleh: DR. Yahya Ibrahim Yahya

Keistimewaan Sirah Nabi Muhammad S.A.W

Read More

Khamis, November 24, 2011


Ada begitu banyak analisa para pemikir dan pengamat tentang sebab-sebab jatuhnya khilafah Turki Utsmani pada tahun 1924. Baik yang bersifat lebih teknis maupun sebab-sebab yang bersifat lebih umum. Sebab-sebab kita serahkan kepada para ahli sejarah, terutama sejarah Turki sendiri. Sedangkan yang akan kita bahas di sini adalah sebab-sebab secara umumnya saja.




A. Sebab Luaran

Sudah kita ketahui bersama bahwa Khilafah Turki Utsmani kalah pada perang dunia pertama. Sebagai negara yang kalah perang, maka negeri itu dengan mudah ditindas, dirampok dan juga diperebutkan wilyahnya oleh para pemangsa dan lawan-lawannya.

Sampai terjadi penghinaan yang begitu besar, di mana bangsa Turki yang secara geografi memang penduduk Eropah dilecehkan dengan ungkapan “The Sickman in Europe.” Bahkan kata “turkey” dalam ungkapan mereka merupakan pelecehan, yang artinya ayam kalkun.

Pahlawan dan tokoh muslim Turki pu tidak luput dari penghinaan. Salah satunya adalah Barbarossa si Janggut Merah. Di dalam cerita Asterik, tokoh Barbarosssa muncul sebagai bajak laut yang bodoh. Padahal beliau adalah pahlawan Islam di masanya dan pelaut kafir Eropa sangat takut dengan angkatan perangnya.

B. Sebab Internal

Penjajahan barat terhadap Turki semakin menusuk tatkala mereka berhasil meraih generasi muda Turki dengan pendidikan ala barat. Tentu saja semua itu untuk mendapatkan satu tujuan, yaitu sekulerisasi selapis generasi. Maka lahirlah kemudian generasi baru yang anti Islam, Islamo-phobia, sekuler, liberal dan berotak barat.

Mereka inilah yang kemudian didukung oleh Eropah untuk menumbangkan lembaga khilafah Islamiyah. Tercatat tokohnya adalah Mustafa Kemal Ataturk yang terlaknat. Sosok ini telah berhasil menumbangkan khilafah pada tahun 1924 lewat gerakan Turki Muda.

Sayangnya, hujaman belati mematikan ini justru masuk ke dalam pelajaran sejarah di negeri kita sebagai kebangkitan, bukan sebagai kejahatan. Rupanya, jaring-jaring kerja bangsa-bangsa kafir itu sedemikian luas, sehingga Kamal Ataturk yang zalim itu, justru muncul dalam buku sejarah kita sebagai pahlawan.

Padahal Kamal telah melakukan dosa yang bahkan Iblis pun tidak pernah melakukannya. Yaitu menumbangkan satu rangkaian khilafah Islamiyah yang terakhir. Padahal belum pernah sebelumnya umat Islam di dunia hidup tanpa naungan khilafah.

Sebab khilafah sudah ada sejak zaman Rasululullah SAW hidup, yakni sejak 15 abad yang lalu. Selama itu, umat Islam belum pernah hidup tanpa ada khilafah. Iblis dan para jin tidak pernah mampu menumbangkannya. Tiba-tiba seorang sekuleris yang nota bene agamanya masih Islam, malah menumbangkannya. Walhal, sejak jatuhnya khilafah Turki, umat Islam masuk dalam bid’ah kubro. Sebuah bid’ah teramat besar yang melebihi semua jenis bid’ah yang pernah ada. Dan tentunya sangat dibenci dan dimurkai. Sebuah bid’ah berupa umat Islam hidup tanpa naungan khilafah.

Urutan Khilafah Sepanjang Sejarah Islam

Dengan wafatnya Rasulullah SAW pada tahun 623 M, umat Islam segera membaiat Abu Bakar ra sebagai pengganti beliau. Istilah pengganti ini dalam bahasa Arab adalah khalifah. Lengkapnya, khalifatu rasulillah atau pengganti Rasulullah. Maksudnya bukan menggantikan posisi kenabian Muhammad SAW, melainkan posisi beliau SAW sebagai pemimpin tertinggi umat Islam. Sebab nabi kita itu selain sebagi nabi, juga berperan sebagai pemimpin tertinggi umat Islam.

Selain itu, ada juga sebutan lain buat posisi tertinggi umat Islam sedunia, yaitu istilah Amirul Mukminin. Artinya adalah pemimpin umat Islam.

1. Khilafah Rasyidah

Khilafah Rasidah berdiri tepat di hari wafatnya Rasululllah SAW. Terdiri dari 4 orang atau 5 orang shahabat nabi yang menjadi khalifah secara bergantian. Mereka adalah:

Abu Bakar ash-Shiddiq ra (tahun 11-13 H/632-634 M)
Umar bin Khaththab ra (tahun 13-23 H/634-644 M)
‘Utsman bin ‘Affan ra (tahun 23-35 H/644-656 M)
Ali bin Abi Thalib ra (tahun 35-40 H/656-661 M) 
Al-Hasan bin ‘Ali ra (tahun 40 H/661 M)

Masa berlakunya selama kurang lebih 30 tahun. Disebut juga sebagai khilafah rasyidah karena posisi mereka sebagai shahabat nabi yang mendapat petunjuk. Dan memang ada pesan dari nabi untuk mentaati para khalifah rasyidah ini.

2. Khilafah Bani Umayyah

Khilafah ini berpusat di Syiria, tepatnya di kota Damaskus. Berdiri untuk masa waktu sekitar 90 tahun atau tepatnya 89 tahun, setelah era khulafa ar-rasyidin selesai. Khalifah pertama adalah Mu’awiyyah. Sedangkan khalifah terakhir adalah Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Hakam. Adapun masa kekuasaan mereka sebagai berikut:

Mu’awiyyah bin Abi Sufyan (tahun 40-64 H/661-680 M)
Yazid bin Mu’awiyah (tahun 61-64 H/680-683 M)
Mu’awiyah bin Yazid (tahun 64-65 H/683-684 M)
Marwan bin Hakam (tahun 65-66 H/684-685 M)
Abdul Malik bin Marwan (tahun 66-86 H/685-705 M)
Walid bin ‘Abdul Malik (tahun 86-97 H/705-715 M)
Sulaiman bin ‘Abdul Malik (tahun 97-99 H/715-717 M)
Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (tahun 99-102 H/717-720 M)
Yazid bin ‘Abdul Malik (tahun 102-106 H/720-724M)
Hisyam bin Abdul Malik (tahun 106-126 H/724-743 M)
Walid bin Yazid (tahun 126 H/744 M)
Yazid bin Walid (tahun 127 H/744 M)
Ibrahim bin Walid (tahun 127 H/744 M)
Marwan bin Muhammad (tahun 127-133 H/744-750 M)

Sebenarnya khilafah Bani Ummayah ini punya perpanjangan silsilah, sebab satu dari keturunan mereka ada yang menyeberang ke semenanjung Iberia dan masuk ke Spanyol. Di Spanyol mereka kemudian mendirikan khilafah tersendiri yang terlepas dari khilafah besar Bani Abbasiyah.

3. Khilfah Bani Abbasiyah

Kemudian kekhilafahan beralih ke tangan Bani ‘Abasiyah yang berpusat di Baghdad. Total masa berlaku khilafah ini sekitar 446 tahun. Khalifah pertama adalah Abu al-’Abbas al-Safaah. Sedangkan khalifah terakhirnya Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah.
Secara rinci masa kekuasaan mereka sebagai berikut:

Abul ‘Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)
Abu Ja’far al-Manshur (tahun 137-159 H/754-775 M)
Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)
Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)
Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786- 9 M)
Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)
Al-Ma’mun (tahun 198-217 H/813-833 M)
Al-Mu’tashim Billah (tahun 618-228 H/833-842M)
Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)
Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)
Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)
Al-Musta’in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)
Al-Mu’taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)
Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)
Al-Mu’tamad ‘Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)
Al-Mu’tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)
Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)
Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M)
Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)
Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)
Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)
Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)
Al-Muthi’ Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)
Al-Tha`i’ Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)
Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)
Al-Qa`im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M)
Al-Mu’tadi Bi Amrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)
Al-Mustadhhir Billah (tahun 487-512 H/1094-1118 M)
Al-Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)
Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)
Al-Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160 M)
Al-Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)
Al-Mustadli`u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)
Al-Naashir Lidinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)
Al-Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)
Al-Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)
Al-Musta’shim Billah (tahun 640-656 H/1242-1258 M)
Al-Mustanshir Billah II (tahun 660-661 H/1261-1262 M)
Al-Haakim Biamrillah I (tahun 661-701 H/1262-1302 M)
Al-Mustakfi Billah I (tahun 701-732 H/1302-1334 M)
Al-Watsiq Billah I (tahun 732-742 H/1334-1343 M)
Al-Haakim Biamrillah II (tahun 742-753 H/1343-1354 M)
Al-Mu’tadlid Billah I (753-763 H/1354-1364 M)
Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah I (th. 763-785 H/1364-1386 M)
Al-Watsir Billah II (tahun 785-788 H/1386-1389 M)
Al-Musta’shim (tahun 788-791 H/1389-1392 M)
Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah II (th. 791- 8 H/1392-1409 M)
Al-Musta’in Billah (tahun 8-815 H/1409-1416 M)
Al-Mu’tadlid Billah II (tahun 815-845 H/1416- 1446 M)
Al-Mustakfi Billah II (tahun 845-854 H/1446-1455 M)
Al-Qa`im Biamrillah (tahun 754-859 H/1455-1460 M)
Al-Mustanjid Billah (tahun 859-884 H/1460-1485 M)
Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah III (th 884-893 H/1485-1494 M)
Al-Mutamasik Billah (tahun 893-914 H/1494-1515 M)
Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah IV (th 914-918 H/1515-1517 M)

Khilafah Bani Abbasiyah dihancurkan oleh pasukan Tartar (Mongol), sehingga umat Islam sempat hidup selama 3,5 tahun tanpa adanya khalifah. Namun kurun waktunya hanya terpaut 3 tahun setengah saja dan segera berdiri khilafah Utsmaniyah.

4. Khilafah Bani Utsmaniyyah

Khilafah Bani Utsmaniyyah tercatat memiliki30 orang khalifah, yang berlangsung mulai dari abad 10 Hijriyah atau abad ke enam belas Masehi. Nama-nama mereka sebagai berikut:

Salim I (tahun 918-926 H/1517-1520 M)
Sulaiman al-Qanuni (tahun 926-974 H/1520-1566 M)
Salim II (tahun 974-982 H/1566-1574 M)
Murad III (tahun 982-1003 H/1574-1595 M)
Muhammad III (tahun 1003-1012 H/1595-1603 M)
Ahmad I (tahun 1012-1026 H/1603-1617 M)
Mushthafa I (tahun 1026-1027 H/1617-1618 M)
‘Utsman II (tahun 1027-1031 H/1618-1622 M)
Mushthafa I (tahun 1031-1032 H/1622-1623 M)
Murad IV (tahun 1032-1049 H/1623-1640 M)
Ibrahim I (tahun 1049-1058 H/1640-1648 M)
Muhammad IV (tahun 1058-1099 H/1648-1687 M)
Sulaiman II (tahun 1099-1102 H/1687-1691 M)
Ahmad II (tahun 1102-1106 H/1691-1695 M)
Mushthafa II (tahun 1106-1115 H/1695-1703 M)
Ahmad III (tahun 1115-1143 H/1703-1730 M)
Mahmud I (tahun 1143-1168 H/1730-1754 M)
Utsman III (tahun 1168-1171 H/1754-1757 M)
Musthafa III (tahun 1171-1187 H/1757-1774 M)
Abdul Hamid I (tahun 1187-1203 H/1774-1789 M)
Salim III (tahun 1203-1222 H/1789-1807 M)
Musthafa IV (tahun 1222-1223 H/1807-1808 M)
Mahmud II (tahun 1223-1255 H/1808-1839 M)
Abdul Majid I (tahun 1255 H-1277 H/1839-1861 M)
‘Abdul ‘Aziz I (tahun 1277-1293 H/1861-1876 M)
Murad V (tahun 1293-1293 H/1876-1876 M)
‘Abdul Hamid II (tahun 1293-1328 H/1876-1909 M)
Muhammad Risyad V (tahun 1328-1338 H/1909-1918 M)
Muhammad Wahiddin (II) (th. 1338-1340 H/1918-1922 M)
‘Abdul Majid II (tahun 1340-1342 H/1922-1924 M).

Khalifah terakhir umat Islam sedunia adalah ‘Abdul Majid II. Semenjak tumbangnya khilafah terakhir ini, berarti umat Islam telah hidup lebih dari selama (2006-1924= 82 tahun) tanpa keberadaan lembaga yang menyatukan.

Kepastian Kembalinya Khilafah

Lepas dari realiti di lapangan yang kurang menggembirakan, di mana umat Islam saat in menjadi budak barat, kekayaan alam mereka dijarah, ekonomi mereka terpuruk, nilai mata uang mereka sangat rendah, hutang luar negeri merekabertumpuk tak terbayar, pemuda mereka dirusak, wanita mereka menjadi hamba syahwat, bahkan masih ditambah lagi dengan rombongan Islam liberal dan sebagainya, namunmasih ada harapan.

Kita masih menemukan satu hadits dari Rasulullah SAW yang cukup melegakan, iaitu khabar gembira dari beliau bahwa suatu saat, khilafah ini akan kembali terbentuk, bahkan dengan kualitasnya yang rasyidah itu.

Sabda Rasulullah saw, 

Kemudian akan tegak Khilafah Rasyidah yang sesuai dengan manhaj Nabi”.

Namun tentunya khilafah ini tidak akan terbentuk begitu saja, bila hanya dengan doa dan diam saja. Atau hanya dengan bicara dan demonstrasi saja. Setiap umat Islam meski bersinergi untuk saling menguatkan dan saling menyokong semua upaya untuk kembali kepada khilafah Islamiyah.

Sebab setiap elemen umat punya potensi yang mungkin tidak dimiliki oleh saudaranya. Maka seruan untuk kembali kepada khilafah seharusnya bukan sekedar lips service, namun harus diiringi dengan kerja nyata, pembinaan dan pengkaderan 1,5 milyar umat, pendirian lembaga pendidikan dan sekian banyak pos-pos penting umat. Lantas diiringi juga dengan kebesaran hati, keterbukaan sikap serta jiwa kepemimpinan dunia Islam yang mumpuni.

Semoga Allah SWT memberikan kesempatan kepada kita untuk dapat menyaksikan beridirnya khilafah Islamiyah semasa kita hidup. Sungguh sebuah kepuasan yang dimpikan oleh dunia Islam selama ini. Amin.

Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatullahi warabaraktuh.

Menyelusuri Khilafah Yang Hilang

Read More



Asy-Syahid (insya Allah) Sayyid Qutb rahimahullah menulis:
"Jadi Islam tidak berkepentingan untuk bermain-mata dan berdamai dengan berbagai pandangan jahiliyah yang ada di muka bumi ini. Tidak juga untuk berdamai-damai dengan situasi jahiliyah yang dibela di mana pun. Tidak dulu, tidak kini, dan juga di masa yang akan datang. Jahiliyah adalah jahiliyah. Jahiliyah merupakan penyimpangan dari prinsip penghambaan kepada Allah semata. Jahiliyah merupakan penyelewengan dari sosok kehidupan Ilahiah, dimana aturan, hukum, undang-undang, adat tradisi, nilai-nilai, standar nilai semuanya diambil dari sumber selain ajaran Allah. Sebaliknya Islam adalah Islam, dan fungsinya ialah mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan kepada keislaman."
—(Petunjuk Jalan; hlm. 188; Penerbit: Media Da'wah)

Petikan di atas menegaskan pandangan jernih dan kokoh dari seorang Sayyid Qutb. Dan pandangannya inilah yang telah menyebabkan buku Ma’aalim Fit-Thariq (Petunjuk Jalan) menjadi sangat istimewa. Sebuah pandangan yang senantiasa menjadikan urusan aqidah sebagai barometer utama dalam menilai realitas. Pandangan yang menyibukkan diri dalam urusan fundamental kehidupan manusia, bukan urusan cabang dan ranting. Pandangan yang selaras dengan tugas dan fungsi diutusnya para Nabi dan Rasul Allah sepanjang zaman. Sebab mustahil Allah سبحانه و تعالى mengirim Nabi dan Rasul kecuali untuk menyampaikan pesan fundamental bagi kemaslahatan manusia. Para Nabi dan Rasul Allah memiliki pesan abadi yang seragam dari zaman ke zaman dari negeri ke negeri. Itulah pesan mengenai keharusan manusia menghambakan diri kepada Allah semata dan menjauhi para thaghut.



وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu'." (QS. An-Nahl [16] : 36)





Tidaklah dikatakan sah tauhid seorang yang mengaku Muslim bilamana ia menghambakan dirinya kepada Allah namun enggan menjauhi bahkan mengingkari thaghut. Sebab bila seorang Muslim masih mendekati apalagi beriman kepada thaghut berarti ia masih rela dengan realitas jahiliyah yang ada di sekitar dirinya. Sedangkan seorang Muwahhid (ahli tauhid) sejati hanya menghendaki tegaknya sebuah sistem yang selaras dengan iman-tauhidnya. Itulah sistem Islam yang bersih dari kotoran-kotoran jahiliyah. Sebab Islam bukan jahiliyah dan jahiliyah bukan Islam. Untuk itulah Sayyid Qutb selanjutnya menulis:
"Jahiliyah ialah penyembahan, perbudakan dan penghambaan manusia kepada sesama manusia melalui menetapkan hukum oleh sebahagian mereka untuk diperlakukan atas sebagian yang lain menurut cara-cara yang tidak diperkenankan Allah, apa dan bagaimana pun modelnya. Islam ialah penyembahan dan penghambaan manusia kepada Allah semata-mata. Caranya ialah dengan menetapkan pandangan hidup, ideologi, hukum, pemerintahan, perundang-undangan, nilai-nilai serta standarnya yang semuanya didasarkan pada ajaran Allah pula, kemudian memerdekakan manusia dari perbudakan sesamanya."
—(Petunjuk Jalan; hlm. 188; Penerbit: Media Da'wah)


Datangnya ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم ialah untuk memastikan bahwa manusia meninggalkan sistem jahiliyah untuk menerima sistem Islam sepenuhnya. Sehingga Sayyid Qutb menulis: "Sebaliknya Islam adalah Islam, dan fungsinya ialah mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan kepada keislaman." Hal ini sesuai dengan firman Allah سبحانه و تعالى sebagai berikut:


الَر كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ ﴿١


"Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji." (QS. Ibrahim [14] : 1)

Jahiliyah merupakan kehidupan yang gelap. Sedangkan Islam adalah kehidupan dibawah naungan cahaya yang terang-benderang. Sebab hidup dengan Islam berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada cahaya langit dan bumi, yaitu Allah سبحانه و تعالى sebagai Pemimpin dan Pemberi Petunjuk hidup manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Dan inilah hakikat menghambakan diri kepada Allah semata, bahkan inilah pengertian yang Allah sebutkan berikut ini:


وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ ﴿٥


"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah [98] : 5)
Adapun jahiliyah, sebagaimana diterangkan oleh Sayyid Qutb:
"Jahiliyah ialah penyembahan, perbudakan dan penghambaan manusia kepada sesama manusia melalui menetapkan hukum oleh sebahagian mereka untuk diperlakukan atas sebagian yang lain menurut cara-cara yang tidak diperkenankan Allah, apa dan bagaimana pun modelnya."


Menarik untuk diperhatikan bahwa ada sebagian Muslim —bahkan mereka yang dipandang sebagai tokoh Islam— seringkali dengan mudahnya menyamakan antara ideologi jahiliyah dengan ideologi Islam. Mereka sering menyelaraskan antara Nasionalisme dengan Islam, atau Demokrasi dengan Islam atau bahkan Pluralisme dengan Islam. Mereka mengatakan bahwa nasionalisme mengajarkan pentingnya "persatuan bangsa". Berarti ini sama dengan Islam yang menganjurkan "persatuan ummat". Mereka mengatakan bahwa demokrasi mengutamakan "musyawarah" dan menolak "kediktatoran". Berarti ini sama dengan Islam yang menganjurkan "syuro" dan menentang "thaghut". Mereka mengatakan bahwa pluralisme mengandung spirit "menghormati orang lain apapun latar belakang agama dan keyakinannya". Ini berarti sama dengan ajaran Islam yang juga mengandung faham seperti itu. Lalu apa kata Sayyid Qutb mengenai hal ini? Beliau menulis:
"Adakalanya beberapa bagian tertentu menyerupai beberapa bagian kehidupan masyarakat jahiliyah. Akan tetapi bagian-bagian yang nampak serupa dimaksud bukanlah jahiliyah, dan bukan pula berasal dari jahiliyah. Itu hanyalah hal yang bersifat kebetulan serupa secara lahiriahnya saja. Namun akarnya sepenuhnya berbeda. Islam, dengan bagian-bagiannya itu, ditumbuhkan dan dikembangkan oleh hikmah Ilahi, sedangkan jahiliyah dengan segenap cabang dan rantingnya ditumbuhkan oleh hawa nafsu manusia." —(Petunjuk Jalan; hlm. 193; Penerbit: Media Da'wah)


Jadi, kalaupun ada hal-hal yang secara penampilan serupa antara suatu ideologi jahiliyah dengan ideologi Islam, namun sesungguhnya ia bertolak dari sumber yang samasekali berbeda dan bertolak belakang. Islam berasal dari ajaran Allah سبحانه و تعالى yang tentunya mulia dan agung, sedangkan jahiliyah tumbuh dari hawa nafsu manusia yang hina dan rendah. Islam merupakan bimbingan Allah سبحانه و تعالى agar manusia hidup selamat di Dunia dan Akhirat. Sedangkan jahiliyah merupakan buah karya manusia yang diarahkan oleh hawa nafsunya yang dimanipulasi oleh musuh Allah, yakni syetan. Kalaupun ada kebaikan yang dihasilkan dari suatu ajaran jahiliyah ia hanya memberi dampak sebatas di Dunia belaka, sedangkan di Akhirat kelak ia tidak akan memperoleh apapun kecuali api Neraka. Sebab betapapun tampak canggihnya suatu ideologi jahiliyah, namun ia tidak dipandang Allah sebagai bentuk penghambaan diri kepadaNya, bahkan ia terputus dari petunjuk Allah. Ia sesat dan ingkar alias kufur terhadap ajaran Allah سبحانه و تعالى .


مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَ يُبْخَسُونَ ﴿١٥﴾أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلاَّ النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ ﴿١٦


"Barang siapa yang menghendaki kehidupan Dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di Dunia dengan sempurna dan mereka di Dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di Akhirat, kecuali Neraka dan lenyaplah di Akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di Dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?" (QS. Huud [11] : 15-16)


Selanjutnya perlu difahami bahwa Islam tidak hadir ke muka bumi untuk mengakomodasi berbagai aspirasi (baca: hawa nafsu) masyarakat jahiliyah. Tetapi ia datang untuk mengganti sama sekali corak dan sistem hidup manusia agar semua seginya menjadi perwujudan pengabdiannya kepada Allah سبحانه و تعالى semata. Perhatikan tulisan Sayyid Qutb selanjutnya:
"Agama Islam datang tidak untuk hanyut ditelan arus hawa nafsu manusia yang mereka wujudkan dalam bentuk pandangan-pandangan, aturan-aturan, situasi-situasi, dan tradisi-tradisinya yang mendominasi ke hidupan di masa permulaan Islam dahulu maupun yang menggejala dewasa ini di belahan Dunia Timur maupun Barat. Sebaliknya agama Islam itu datang untuk maksud menghapuskan dan mengikis kejahiliahan itu sampai ke akar-akarnya, lalu membangun kembali kehidup an manusia yang bercorak Islami secara khas. Islam da tang untuk menumbuhkan kehidupan Islami yang benar-benar tumbuh dan yang merupakan pancarannya serta terintegrasi dengannya secara kuat dan kokoh." —(Petunjuk Jalan; hlm. 193; Penerbit: Media Da'wah)


Pemahaman akan perkara fundamental ini, kata Sayyid Qutb, hendaknya terbentuk dengan jelas dan kuat di dalam benak fikiran kaum muslimin, khususnya mereka yang berkecimpung di dalam kegiatan da’wah Islam. Sebab jika hal ini tidak hadir secara mantap di dalam akal dan hati para juru da’wah, nescaya mereka tidak akan sanggup memberikan pengarahan yang jelas kepada ummat yang mereka da’wahi. Bahkan para juru da’wah tersebut malah akan meberikan stempel dan legitimasi terhadap jahiliyah karena menyatakan bahwa ia selaras dengan Islam, padahal tidak. Dengan demikian, ummat akan terus berada di dalam kebingungan dan ketidak-sanggupan membedakan antara Islam dan jahiliyah. Bahkan mereka akan cenderung memandang sama saja antara kedua hal tersebut. Padahal dengan jelas Allah سبحانه و تعالى telah mewahyukan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم :

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ ﴿٦٢


"(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah Al-Haq (kebenaran) dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, Al-Bathil (kebatilan), dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. Al-Hajj [22] : 62)

 فَذَلِكُمُ اللّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلاَّ الضَّلاَلُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ ﴿٣٢

"Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Rabb kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?" (QS. Yunus [10] : 32)



Hanya ada satu kebenaran, itulah kebenaran Islam yang bersumber dari Allah سبحانه و تعالى . Selain daripada itu hanyalah jahiliyah yang merupakan kebatilan dan kesesatan. Sehingga pantas bila Sayyid Qutb dengan tegas selanjutnya menulis:
"Jahiliyah itu buruk, dulu maupun sekarang. Jenis dan bentuk keburukannya bisa berbeda-beda, tetapi akar dan sumbernya satu jua, yaitu hawa nafsu manusia yang bodoh lagi vested intrest, tidak mampu membebaskan diri dari kebodohan dan intrest itu. Kepentingan pribadi, kepentingan kelas, kepentingan bangsa atau suku sangat dipentingkan oleh orang-orang jahiliyah, bahkan keadilan, kebenaran, dan kebaikan mereka perkosa dan mereka korbankan demi kepentingan-kepentingan itu tadi. Maka diturunkan syari'at Islam, untuk membatalkan cara-cara tersebut, dan untuk mengundangkan syari'at yang bebas dari selubung nafsu manusia dan tidak dapat diperalat hanya untuk tercapainya kepentingan sekelompok orang saja."



"Setelah mengerti perbedaan mendasar antara watak konsepsi Allah dengan watak konsepsi-konsepsi manusia, dapatlah ditegaskan mustahil keduanya dipersatukan menjadi satu sistem, mustahil mensintesakan keduanya dalam satu kondisi, dan mustahil pula mencampur-adukan sebagian yang satu dengan sebagian dari yang lainnya. Mengenai penegasan ini satu hal perlu diingat ialah bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa menyekutukan diri-Nya dengan sesuatu yang lain. Sejalan dengan itu, maka Allah tentu tidak memperkenankan serta tidak mengampuni dosa menyekutukan syari'at-Nya dengan syari'at lain. Sebab antara mensyirikkan Allah dengan mensyirikkan syari'at-Nya itu analog (sama) adanya." —(Petunjuk Jalan; hlm. 194-195; Penerbit: Media Da'wah)
           اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَشَيْئًا نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ



"Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami mengetahuinya dan kami meminta ampun kepada-Mu terhadap apa yang kami tidak ketahui". (HR. Ahmad No. 18781)

Islam Bukan Jahiliyyah - Jahiliyyah Bukan Islam

Read More